Masih banyak lagi masalah emosional yang bisa menyertai perilaku mengompol. Antara lain, situasi stres seperti keadaan sakit, ayah-ibu bercerai, dan lainnya. Yang justru jarang terjadi ialah mengompol yang disebabkan kondisi medis seperti infeksi saluran air seni atau penyakit kencing manis. Hanny malah menemukan, sekitar 75 persen kasus mengompol disebabkan faktor emosional. "Anak-anak, kan, belum bisa menyalurkan kecemasannya. Mereka hanya mengerti bahwa mereka merasa tak enak, tapi tak tahu bagaimana cara melampiaskannya dengan tepat," terang Hanny.
Jika Anda tetap meletakkan perlak karet atau memakaikan diapers, ia tak akan melihat hal baru dalam kebiasaan rutinnya dan berpikir ia "diharapkan" akan terus mengompol. Sebaiknya, suruh ia buang air kecil waktu ia akan berangkat tidur. Lalu, menjelang Anda sendiri berangkat tidur, ajak ia turun dari tempat tidurnya untuk buang air kecil.
- Usahakan ia tak banyak minum sebelum tidur.
- Latih ia menggunakan toilet sebelum tidur.
- Bangunkan ia untuk menggunakan toilet sebelum Anda tidur.
- Setel alarm weker pada jam biasanya anak mengompol malam, agar ia bisa bangun untuk menggunakan toilet.
- Hubungi dokter jika ia: - masih mengompol setelah usia 5 tahun. - mulai mengompol lagi setelah lama kering. - punya kesulitan mengontrol kandung kemih tiap hari maupun malam. - punya kesulitan mengontrol kandung kemih setiap hari maupun malam.
Mengompol Karena Kelainan Organik
Dari segi medis, mengompol di usia 3-5 tahun masih wajar. Sebab, pada waktunya nanti, kebiasaan itu akan berhenti dengan sendirinya. "Lebih dari 50 persen anak usia 3-5 tahun masih mengompol. Tapi jika usianya lebih dari 5 tahun, harus menjadi perhatian. Sebab, sekitar 50-80 persen anak usia itu, seharusnya sudah tak mengompol lagi. Jika ia masih ngompol, dianggap abnormal," jelas dokter spesialis anak dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM ini. Kendati demikian, lanjutnya, tak bisa dipastikan anak mengalami kelainan di saluran kencingnya. "Harus dicari apakah ada kelainan organik atau tidak," ujarnya.
Faktor penyebab mengompol, lanjut Prof. Husein, biasanya bersifat psikologis. Umumnya dialami anak-anak dengan status sosial ekonomi rendah, anak sulung yang dimanja, atau anak-anak yang kurang mendapatkan kasih sayang. "Itu semua menimbulkan hambatan psikologis, sehingga anak yang seharusnya sudah berhenti ngompol, jadi lebih panjang mengompolnya," jelasnya.
Pemeriksaan ada-tidak kelainan organik (semisal infeksi dan kelainan bawaan) perlu dilakukan jika anak masih mengompol di atas usia 5 tahun. Bisa saja terjadi, anak mengalami kelemahan di saluran kencing atau kandung kemih. Ini berkaitan dengan antibodi. "Setiap anak punya kelemahan. Ada yang gampang mencret, ada yang gampang batuk-pilek, dan sebagainya. Dalam kaitan dengan mengompol, sejumlah anak lemah pada saluran kencingnya hingga mudah terkena infeksi," kata Prof. Husein.
Nah, jika infeksinya diobati, ngompolnya akan hilang. Tapi pada saat infeksinya kambuh, "Ya, dia ngompol lagi," jelas konsultan penyakit ginjal pada anak ini. Gejala kelemahan pada kandung kemih antara lain anyang-anyangan, sakit waktu buang air kecil, dan mengedan saat buang air kecil. Pada anak yang memiliki kelainan bawaan, gejalanya sudah terlihat dari awal, yakni basah terus karena kencingnya sering menetes, sehingga tak ada waktu kering sama sekali. Bukan cuma waktu malam, tapi juga pagi dan siang. Sementara ngompol yang diakibatkan infeksi, sebelumnya ada waktu kering dan mengompol hanya terjadi waktu malam. Ini karena anak tak sadar dan belum mampu menguasai tubuhnya sendiri di waktu malam.
Di sisi lain, mengompol juga bisa terjadi karena kapasitas kandung kemih yang kecil. "Sekitar 1-2 persen anak memiliki kandung kemih kecil dibanding anak seusianya. Tapi ini akan membesar sendiri nantinya dengan perjalanan waktu," jelas Prof. Husein. Tindakan medis yang dilakukan ialah pelatihan. Anak dilatih menahan buang air kecil. Ia hanya boleh buang air kecil pada waktu-waktu yang sudah ditentukan.
Faktor lain terjadinya ngompol ialah tak ada keseimbangan antara otot detrusor di kandung kemih dan ototsfingter di leher kandung kemih. Jika anak buang air kecil, otot detrusor akan mengalami kontraksi dan otot sfingter membuka. Jika anak belum punya keseimbangan, maka sfingternya akan membuka sebelum terjadi kontraksi otot detrusor. Akibatnya, terjadilah mengompol. "Sekitar 90 persen mengompol disebabkan faktor ketidakseimbangan ini. Tapi tak usah cemas, karena suatu saat nanti akan tercapai sendiri keseimbangan itu. Diharapkan pada usia 5 tahun sudah seimbang. Jadi, tak perlu dilakukan pengobatan atau pelatihan," kata Prof. Husein.
Karena itu, anjur Prof. Husein, pemeriksaan medis sebaiknya dilakukan setelah anak usia di atas 5 tahun. "Di bawah usia 5 tahun tak harus diperiksakan ke dokter. Kecuali ada gejala lain yang menyertainya seperti sering panas dan kencingnya menetes atau basah terus," katanya.
Sumber : tabloid nakita
No comments:
Post a Comment